Sarah menyadari ketika ia tidak lagi meyakini Yesus adalah Tuhan, saat itu pula ia merasa bukan seorang Kristian lagi.
Ketika duduk di bangku kuliah, Sarah Ager dikenal karena keyakinan akan ajaran agamanya. Kedua orangtuanya berprofesi sebagai Menteri Keselamatan.
Kebanyakan aktivitas masa kecilnya dihabiskan di gereja dan menjadi anggota paduan suara gereja.
Menjadi ateis dan menjadi seorang Kristian adalah sebuah bagian yang sangat penting dalam hidupnya, sampai akhirnya ia menemukan Islam ketika ia belajar bahasa Inggris di Leicester.
Suatu hari, Sarah bertemu dengan Muslim Turki ketika belajar di universitas. Entahlah, tiba-tiba dia merasa malu dengan pria Turki ini. “Alasan utama kenapa aku memilih Islam adalah karena aku merasa malu,” kenangnya. “Aku tidak tahu apapun tentang Turki ataupun Islam. Aku tidak tahu tentang kepercayaan mereka. Aku merasa terintimidasi. Aku pikir setidaknya aku harus mencari tahu tentang agama ini (Islam, red) di Google”, tambahnya seperti dikutip laman christiantoday.com.
Rupanya Sarah tidak puas dengan pencariannya di Google. Dia bahkan memutuskan untuk mengikuti kuliah literatur Muslimah sebagai bagian dari gelarnya.
“Ada dua Muslimah yang mengenakan hijab dan aku ingat ketika aku merasa terintimidasi lalu aku duduk dibarisan belakang kelas. Aku pikir mereka pasti Muslim yang sebenarnya,”demikian pikirnya.
Sarah merasakan bahwa teman-teman Muslimahnya memiliki cara yang indah dalam mengekspresikan keyakinannya ketika mereka berbicara di depan kelas. Itu pulalah yang membuatnya lebih tertarik untuk menemukan tentang bagaimana mereka merasakan Tuhan.
“Suatu hari aku teringat masa laluku dan berpikir bahwa aku bukanlah seorang Kristian lagi,” imbuhnya.
Dia tidak ingat lagi, kapan dia tidak lagi mempercayai bahwa Yesus bukan Anak Tuhan. Namun ia masih ingat ketika ia merasakan bahwa tak yakin terhadap dirinya dan apa yang ia yakini di masa lalu.
Sarah menyadari ketika ia tidak lagi meyakini bahwa Yesus adalah Tuhan, saat itu pula ia merasa bukan seorang Kristian lagi.
“Bayangkan bahwa aku salah, bahwa aku benar-benar berada di jalan yang salah, lalu kemudian, aku merasa bahwa Tuhan itu Maha Penyayang dan aku tidak hilang harapan. Aku tidak pernah berpikir bahwa Tuhan mengeluarkan orang-orang di jalan seperti itu. Kita sering diajarkan bahwa jika kita salah, Tuhan tidak mencintai kita. Pemahamanku dari hal seperti itu bahwa Tuhan sangatlah inklusif. Di dalam Al Qur’an terdapat banyak ayat yang menyatakan bahwa kita tidak boleh menilai sesuatu karena kita tidak tahu jika ada sebuah bagian dari hal tersebut yang Tuhan kehendaki,” jelasnya.
Awalnya Sarah berfikir Berpuasa adalah Hal Gila…
Dia sering mendengar orang yang tiba-tiba menyuruhnya "pulang ke rumah" dan menyebutnya sebagai seorang "teroris". Tidak setiap orang yang beralih (pindah agama) mendapatkan reaksi simpatik sebagaimana yang dialami Sarah.
Keluarganya sangat mendukung keputusannya memeluk Islam. Dia bahkan masih menjaga baik hubungan dengan teman-teman Kristiannya, dan orangtuanya mencoba menjaga hubungan keharmonisan dengannya.
Sekarang Sarah berumur 26 tahun dan bekerja sebagai pengajar di Bologna, Italia. Sarah juga mengelola Proyek Ramadhan antar-agama, sebuah blog yang dirancang sebagai tempat berkumpul bagi orang-orang dengan beragam latar belakang agama selama bulan Ramadhan untuk menceritakan tentang arti kepercayaan bagi mereka.
Tidak mengherankan, selama bulan Ramadhan, ketika kaum Muslim tidak makan dan minum selama siang hari, Sarah menghormatinya dengan memperhatikan aspek-aspek praktis keyakinannya, cara berpakaiannya, shalat wajib dan kedisiplinan dalam berpuasa.
“Ketika aku mengenakan hijab, aku merasa diingatkan tentang bagaimana aku ingin mempersembahkan diriku di dunia ini,” kenangnya.
“Ketika aku seorang Kristian, aku akan berdoa dengan spontan, tapi kadang hal seperti itu berarti bahwa kita berdoa hanya ketika mendapat musibah, tidak ketika dalam keadaan senang. Kewajiban shalat 5 waktu sehari berarti aku harus menghentikan aktivitasku saat itu juga, meskipun aku sedang diliputi amarah. Kita melaksanakannya dengan kegiatan fisik, kita tidak bisa melaksanakannya hanya dengan mengingatnya. Kita harus melaksanakannya secara fisik, rukuk dan sujud,” jelasnya.
Seperti halnya mengenakan hijab, awalnya Sarah berfikir bahwa berpuasa adalah hal gila. Pertama kalinya ia berpuasa, dia hanya mencobanya, saat itu ia belum menjadi seorang Muslimah. Sarah hanya kaget karena tidak makan dan minum mempengaruhi mental dan spiritualitasnya.
“Ketika berpuasa, satu-satunya hal yang menghentikanmu untuk mengambil segelas air adalah keyakinanmu. Aku melewati tempat pizza dan tidak merasa tergoda lagi. Tapi jika kita menutupi diri kita, berarti kita tidak sedang menguji keyakinan kita,” jelasnya.
Sarah pernah mendapatkan sebuah komentar dari seorang pemeluk Katolik di salah satu lampiran blognya.
“Dia berkata jika aku melaksanakan ibadah shalat 5 waktu, dan intinya bahwa aku menghambat kegiatan sehari-hariku dan mengingatkan diriku bahwa Tuhan lebih penting dari diriku sendiri. Itu benar-benar mempengaruhinya,” ujar wanita Katolik itu.
Tidak semua orang suportif akan keterbukaan Sarah terhadap agama lain. Dia pernah melakukan percakapan secara bersamaan di Twitter yang menyimpulkan dua pendapat yang berlawanan. Seseorang berkata kepada Sarah bahwa ia akan masuk neraka karena ia seorang Muslimah, dan seorang Muslim berkata bahwa Sarah bukanlah seorang Muslimah yang lengkap karena ia bergaul dengan banyak orang dari berbagai agama.
Dia bahkan pernah mengalami komentar-komentar yang tidak mengenakan hati ketika berada di Inggris, tapi mereka yang mencela Sarah bukanlah para islamophobik.
Sarah merasakan banyak pengalaman di dunia maya. Dia sering mendengar orang yang tiba-tiba menyuruhnya “pulang ke rumah” dan menyebutnya sebagai seorang “teroris”.
Ia menyayangkan terhadap pemberitaan-pemberitaan negatif terhadap Islam di media dan orang-orang yang mengabaikan pesan-pesan kedamaian di dalam Al-Qur’an dan memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi.(dm).
Sumber :
http://www.hidayatullah.com/feature/cermin/read/2014/10/02/30717/aku-bukanlah-penganu-kristian-
lagi.html
http://muslimgirl.net/author/sarahager/
Ketika duduk di bangku kuliah, Sarah Ager dikenal karena keyakinan akan ajaran agamanya. Kedua orangtuanya berprofesi sebagai Menteri Keselamatan.
Kebanyakan aktivitas masa kecilnya dihabiskan di gereja dan menjadi anggota paduan suara gereja.
Menjadi ateis dan menjadi seorang Kristian adalah sebuah bagian yang sangat penting dalam hidupnya, sampai akhirnya ia menemukan Islam ketika ia belajar bahasa Inggris di Leicester.
Suatu hari, Sarah bertemu dengan Muslim Turki ketika belajar di universitas. Entahlah, tiba-tiba dia merasa malu dengan pria Turki ini. “Alasan utama kenapa aku memilih Islam adalah karena aku merasa malu,” kenangnya. “Aku tidak tahu apapun tentang Turki ataupun Islam. Aku tidak tahu tentang kepercayaan mereka. Aku merasa terintimidasi. Aku pikir setidaknya aku harus mencari tahu tentang agama ini (Islam, red) di Google”, tambahnya seperti dikutip laman christiantoday.com.
Rupanya Sarah tidak puas dengan pencariannya di Google. Dia bahkan memutuskan untuk mengikuti kuliah literatur Muslimah sebagai bagian dari gelarnya.
“Ada dua Muslimah yang mengenakan hijab dan aku ingat ketika aku merasa terintimidasi lalu aku duduk dibarisan belakang kelas. Aku pikir mereka pasti Muslim yang sebenarnya,”demikian pikirnya.
Sarah merasakan bahwa teman-teman Muslimahnya memiliki cara yang indah dalam mengekspresikan keyakinannya ketika mereka berbicara di depan kelas. Itu pulalah yang membuatnya lebih tertarik untuk menemukan tentang bagaimana mereka merasakan Tuhan.
“Suatu hari aku teringat masa laluku dan berpikir bahwa aku bukanlah seorang Kristian lagi,” imbuhnya.
Dia tidak ingat lagi, kapan dia tidak lagi mempercayai bahwa Yesus bukan Anak Tuhan. Namun ia masih ingat ketika ia merasakan bahwa tak yakin terhadap dirinya dan apa yang ia yakini di masa lalu.
Sarah menyadari ketika ia tidak lagi meyakini bahwa Yesus adalah Tuhan, saat itu pula ia merasa bukan seorang Kristian lagi.
“Bayangkan bahwa aku salah, bahwa aku benar-benar berada di jalan yang salah, lalu kemudian, aku merasa bahwa Tuhan itu Maha Penyayang dan aku tidak hilang harapan. Aku tidak pernah berpikir bahwa Tuhan mengeluarkan orang-orang di jalan seperti itu. Kita sering diajarkan bahwa jika kita salah, Tuhan tidak mencintai kita. Pemahamanku dari hal seperti itu bahwa Tuhan sangatlah inklusif. Di dalam Al Qur’an terdapat banyak ayat yang menyatakan bahwa kita tidak boleh menilai sesuatu karena kita tidak tahu jika ada sebuah bagian dari hal tersebut yang Tuhan kehendaki,” jelasnya.
Awalnya Sarah berfikir Berpuasa adalah Hal Gila…
Dia sering mendengar orang yang tiba-tiba menyuruhnya "pulang ke rumah" dan menyebutnya sebagai seorang "teroris". Tidak setiap orang yang beralih (pindah agama) mendapatkan reaksi simpatik sebagaimana yang dialami Sarah.
Keluarganya sangat mendukung keputusannya memeluk Islam. Dia bahkan masih menjaga baik hubungan dengan teman-teman Kristiannya, dan orangtuanya mencoba menjaga hubungan keharmonisan dengannya.
Sekarang Sarah berumur 26 tahun dan bekerja sebagai pengajar di Bologna, Italia. Sarah juga mengelola Proyek Ramadhan antar-agama, sebuah blog yang dirancang sebagai tempat berkumpul bagi orang-orang dengan beragam latar belakang agama selama bulan Ramadhan untuk menceritakan tentang arti kepercayaan bagi mereka.
Tidak mengherankan, selama bulan Ramadhan, ketika kaum Muslim tidak makan dan minum selama siang hari, Sarah menghormatinya dengan memperhatikan aspek-aspek praktis keyakinannya, cara berpakaiannya, shalat wajib dan kedisiplinan dalam berpuasa.
“Ketika aku mengenakan hijab, aku merasa diingatkan tentang bagaimana aku ingin mempersembahkan diriku di dunia ini,” kenangnya.
“Ketika aku seorang Kristian, aku akan berdoa dengan spontan, tapi kadang hal seperti itu berarti bahwa kita berdoa hanya ketika mendapat musibah, tidak ketika dalam keadaan senang. Kewajiban shalat 5 waktu sehari berarti aku harus menghentikan aktivitasku saat itu juga, meskipun aku sedang diliputi amarah. Kita melaksanakannya dengan kegiatan fisik, kita tidak bisa melaksanakannya hanya dengan mengingatnya. Kita harus melaksanakannya secara fisik, rukuk dan sujud,” jelasnya.
Seperti halnya mengenakan hijab, awalnya Sarah berfikir bahwa berpuasa adalah hal gila. Pertama kalinya ia berpuasa, dia hanya mencobanya, saat itu ia belum menjadi seorang Muslimah. Sarah hanya kaget karena tidak makan dan minum mempengaruhi mental dan spiritualitasnya.
“Ketika berpuasa, satu-satunya hal yang menghentikanmu untuk mengambil segelas air adalah keyakinanmu. Aku melewati tempat pizza dan tidak merasa tergoda lagi. Tapi jika kita menutupi diri kita, berarti kita tidak sedang menguji keyakinan kita,” jelasnya.
Sarah pernah mendapatkan sebuah komentar dari seorang pemeluk Katolik di salah satu lampiran blognya.
“Dia berkata jika aku melaksanakan ibadah shalat 5 waktu, dan intinya bahwa aku menghambat kegiatan sehari-hariku dan mengingatkan diriku bahwa Tuhan lebih penting dari diriku sendiri. Itu benar-benar mempengaruhinya,” ujar wanita Katolik itu.
Tidak semua orang suportif akan keterbukaan Sarah terhadap agama lain. Dia pernah melakukan percakapan secara bersamaan di Twitter yang menyimpulkan dua pendapat yang berlawanan. Seseorang berkata kepada Sarah bahwa ia akan masuk neraka karena ia seorang Muslimah, dan seorang Muslim berkata bahwa Sarah bukanlah seorang Muslimah yang lengkap karena ia bergaul dengan banyak orang dari berbagai agama.
Dia bahkan pernah mengalami komentar-komentar yang tidak mengenakan hati ketika berada di Inggris, tapi mereka yang mencela Sarah bukanlah para islamophobik.
Sarah merasakan banyak pengalaman di dunia maya. Dia sering mendengar orang yang tiba-tiba menyuruhnya “pulang ke rumah” dan menyebutnya sebagai seorang “teroris”.
Ia menyayangkan terhadap pemberitaan-pemberitaan negatif terhadap Islam di media dan orang-orang yang mengabaikan pesan-pesan kedamaian di dalam Al-Qur’an dan memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi.(dm).
Sumber :
http://www.hidayatullah.com/feature/cermin/read/2014/10/02/30717/aku-bukanlah-penganu-kristian-
lagi.html
http://muslimgirl.net/author/sarahager/