Peter Casey, berlatar belakang Yahudi-Kristen. Namun pencarian
spiritual pemuda berusia 23 tahun ini bermuara pada Islam. Pada usia 15
tahun, lulusan Queens College ini memutuskan bersyahadat.
Kini
namanya dikenal secara luas baik di negerinya, Amerika Serikat, maupun
dunia internasional setelah pengakuannya memilih Islam tersebar luas di
jagat maya. Alih-alih takut akan keselamatan nyawanya mengingat fobia
Islam kembali mengental di AS menjelang peringatan tragedi 11 September,
ia malah rajin menunjukkan keyakinan barunya di depan publik.
Ia misalnya, selalu pergi ke masjid setiap hari dengan ‘menumpang’ skateboard-nya
— gaya khas anak muda AS. Ia juga jarang berpikir dua kali untuk
melakukan ibadah shalat di Starbuck, jika kebetulan ia tengah nongkrong di sana dan waktu shalat telah tiba.
Pria
bermata biru ini mengaku pantang menyembunyikan identitas keislamannya.
Sebaliknya, ia mengatakan ia berusaha untuk “menantang stereotip dan
kesalahpahaman” orang lain di sekitarnya tentang Islam.
Sebagai
seorang mualaf yang dibesarkan di pinggiran kota dengan latar belakang
Yudeo-Kristen, Casey berada dalam posisi yang sebetulnya ‘mustahil’
untuk melakukannya. Namun, itulah tekad Casey; membuat orang belajar
menerima seorang Muslim apa adanya, mulai dari cara dia berpenampilan,
berbicara, dan bertindak.
Casey dibesarkan di pinggiran Long
Island oleh ibu yang beragama Yahudi dan ayah Katolik. Ia tumbuh dalam
keluarga yang bertolak belakang dalam melihat Yesus. Di satu sisi,
kekristenan berbicara tentang Yesus sebagai Allah Putra, Allah Bapa, dan
roh Kudus. Di sisi lain, Yudaisme berbicara tentang Yesus sebagai
seorang mesias palsu.
“Saya merasa ada dua hal ekstrem di sana, dan saya mempelajari keduanya,” kata Casey.
Dan
kemudian, pasca-serangan 11 September 2001, pemahaman mulai berubah.
Dia baru berusia 13 tahun saat dua menara kembar WTC itu runtuh. Sejak
itu, ia rajin berselancar di dunia maya mengorek isi ajaran Islam — yang
pada awalnya dituduhkan berada di balik serangan itu. Ia menemukan
doktrin yang lebih masuk akal tentang Yesus: dia seorang nabi, seorang
pria yang menyampaikan firman Allah. Tidak lebih, tidak kurang.
“Ketika saya mulai belajar tentang Islam, saya seperti:” Ini dia. Ini adalah agama itu,” katanya.
Dua tahun kemudian, pada usia 15 tahun, ia masuk Islam. (Orang tuanya menolak memberikan komentar untuk cerita ini).
Sejak
itu, pria yang baru-baru mulai mengajar sejarah di sebuah sekolah Islam
di Brooklyn, telah berupaya untuk meluruskan kecurigaan publik AS pada
Islam. Tak hanya melalui perbuatan — seperti bershalat di tempat umum
dan ramah pada siapa saja — ia juga aktif berdakwah melalui blog-nya
yang bertajuk ‘Dawah Addict’. Tema-tema seperti ‘Muhammad dalam Alkitab’
dan ‘Bagaimana Menjadi Seorang Muslim’ diulasnya tanpa canggung.
“Ketika
saya pertama kali menjadi Muslim, dan masih terdengar hingga hari ini,
orang-orang berkata,’Mengapa tidak ada lebih banyak Muslim yang
mengatakan terorisme adalah buruk? Mengapa tidak ada Muslim di luar sana
mengatakan tentang Islam yang sebenarnya?’,” kata Casey. “Dan saya
pikir, yah, saya akan melakukannya jika tidak ada orang lain yang akan
melakukannya.”
Saluran Casey di YouTube memiliki lebih dari 5.000
pelanggan dan hampir setengah juta pengunjung. Meskipun pendengarnya
terus tumbuh, dia juga mengalami hambatan, antara lain berbagai bentuk
komentar marah dan sanggahan.
Namun, dia tak surut ke belakang.
Alasannya sederhana: “Saya merasa seperti saya memiliki tanggung jawab
kepada orang-orang di Amerika,” katanya, “Karena ini adalah tempat saya
tumbuh dan ini adalah rumah saya, dan saya ingin berbagi apa yang
membuat saya sangat bahagia dan telah membawa saya kedamaian begitu
banyak.”
Peter, Muallaf yang Tidak Takut Menunjukkan KeIslamannya di Depan Publik
04.37