Sejak kecil ia sekolah di sekolah
Katolik. Mulai TK Katolik Kristus Raja, SD Katolik Santo Yohanes
Gabriel, SMP Katolik Santo Stanilslaus, SMA Katolik Santa Maria, Sekolah
Pastor Tingkat Menengah Santo Vincentius a Paulo, Sekolah Tingga Pastor
Katolik Santo Giovanni, Magister Teologi Vatikan Roma.
Namun siapa sangka, setelah 35 tahun
menempuh pendidikan Katolik dan menjadi seorang pastor, Allah justru
memberikan hidayah kepadanya.
Ustadz Bangun Samudra, demikian nama
muslim-nya sekarang. Ia masuk Islam setelah mempejari dan membandingkan
antara Al Qur’an dan Alkitab. Antara Islam dan agamanya. Antara aqidah
Islamiyah dengan dogma-dogma agama lamanya.
Salah satu yang menarik dan membuatnya
berpikir mendalam adalah saat mempelajari Al Qur’an. Semula, ia
mempelajari Al Qur’an untuk menentang dan menolaknya. Tapi ia justru
terkesima saat mendapati di dalam Al Qur’an banyak panggilan mulia dari
Allah untuk hambaNya.
Di surat An Nisa’ ayat 1 ada “yaa ayyuhan naas” (wahai manusia). Di surat Al Baqarah juga ada “yaa ayyuhan naas”
Yang lebih dalam lagi, dalam sekian
banyak ayat Al Qur’an mendahului dengan panggilan “yaa ayyuhal ladziina
aamanuu” (wahai orang-orang yang beriman).
“Panggilan-panggilan ini begitu
memuliakan. Kita dipanggil sebagai manusia, bahkan kita dipanggil
sebagai orang-orang beriman,” pikir Bangun Samudra.
Ia lantas membandingkan dengan kitabnya yang menyebut “wahai anak-anak domba.”
“Mengapa Tuhan kami memanggil kami sebagai anak domba yang dalam bahasa Jawa berarti wedhus? Benarkah ini panggilan dari Tuhan”
Panggilan dari kedua kitab itu adalah
salah satu di antara sekian banyak hal yang menjadi dasar pemikiran
mengapa ia akhirnya masuk Islam. Dengan kedalaman ilmu yang ia dapatkan
sejak kecil hingga di Vatikan, Bangun Samudra akhirnya mengetahui bahwa
Islam-lah yang benar. Al Qur’an-lah kitab suci yang benar-benar datang
dari Tuhan tanpa diselewengkan atau dipalsukan manusia. [Muchlisin
BK/Bersamadakwah]